Kak Ariyo (Moch Ariyo Faridh Zidni)
MALAM itu panggung utama Bobo Fair diramaikan anak-anak. Mereka menikmati suara renyah seorang pendongeng. Tawa dan komentar anak-anak bersahutan di sela-sela dongeng yang dibawakan Ariyo. Memasuki cerita kedua, anak-anak semakin merapat. Mereka kian antusias mendengarkan cerita itu. Mereka yang tadinya duduk di kursi belakang pindah ke hamparan karpet di bagian depan. Mereka lesehan, bergabung dengan anak-anak lain.
Ekspresi anak-anak itu beragam. Kadang mereka terbahak. Sebentar kemudian melonggo. Kadang-kadang melompat terkejut saat ceritanya menegangkan. Saat selingan lagu disuguhkan, anak-anak ikut bernyanyi sambil menggoyangkan badan.
Moch Ariyo Faridh Zidni, nama lengkap pendongeng itu. Pria kelahiran 28 tahun lalu itu menggabungkan dongeng dengan musik. Ariyo mengakui sering mengawinkan dongeng dengan seni lain.
"Jadi, aku bisa menggunakan suara, gerak tubuh, mimik wajah. Kadang aku suka eksperimen bikin dongeng sambil nyanyi duet," kata alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu. "Atau bikin satu dongeng sama tarian. Kadang mendongeng pakai boneka tangan alias finger puppet, atau pakai tali atau kertas, origami."
Ariyo sering juga menggabungkan dongeng dengan out bond. Dia mengaku terinspirasi film Pirates of Carabian. Jadi, tak ada batasan dalam mendongeng. Baginya mendapatkan inspirasi untuk variasi mendongeng modalnya cuma satu: sensitivitas. Pendongeng harus sensitif dalam menggali cerita dari sumber mana pun, mulai dari nonton film, petunjukan wayang, teater, ilustrasi komik, koran, dan yang paling penting: rajin membaca buku. Semua bisa dijadikan sumber inspirasinya.
"Termasuk mendengarkan cerita tema. Curhatan-curhatan temen itu bisa jadi dongeng," katanya. "Ambil satu segmen bagian cerita dia yang konyol yang lucu-lucu bisa jadi dongeng."
Sudah satu dekade Ariyo serius menggeluti dunia dongeng. Ia tertarik pada dunia dongeng setelah mengikuti mata kuliah bacaan anak. Salah satu bahasan mata kuliah tersebut adalah pendekatan terhadap anak-anak melalui story telling. Suatu hari seorang dosen mengajaknya mendongeng di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Di sana, Ariyo merasakan dongeng berdurasi 30 menit yang dibawakannya untuk menghibur anak-anak yang menjalani rawat inap begitu berarti. Sejak itu dia terpanggil untuk mendongeng. Foto: VHRmedia.com/Dian Ali Rahman.
Sumber :http://www.vhrmedia.com
Ekspresi anak-anak itu beragam. Kadang mereka terbahak. Sebentar kemudian melonggo. Kadang-kadang melompat terkejut saat ceritanya menegangkan. Saat selingan lagu disuguhkan, anak-anak ikut bernyanyi sambil menggoyangkan badan.
Moch Ariyo Faridh Zidni, nama lengkap pendongeng itu. Pria kelahiran 28 tahun lalu itu menggabungkan dongeng dengan musik. Ariyo mengakui sering mengawinkan dongeng dengan seni lain.
"Jadi, aku bisa menggunakan suara, gerak tubuh, mimik wajah. Kadang aku suka eksperimen bikin dongeng sambil nyanyi duet," kata alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu. "Atau bikin satu dongeng sama tarian. Kadang mendongeng pakai boneka tangan alias finger puppet, atau pakai tali atau kertas, origami."
Ariyo sering juga menggabungkan dongeng dengan out bond. Dia mengaku terinspirasi film Pirates of Carabian. Jadi, tak ada batasan dalam mendongeng. Baginya mendapatkan inspirasi untuk variasi mendongeng modalnya cuma satu: sensitivitas. Pendongeng harus sensitif dalam menggali cerita dari sumber mana pun, mulai dari nonton film, petunjukan wayang, teater, ilustrasi komik, koran, dan yang paling penting: rajin membaca buku. Semua bisa dijadikan sumber inspirasinya.
"Termasuk mendengarkan cerita tema. Curhatan-curhatan temen itu bisa jadi dongeng," katanya. "Ambil satu segmen bagian cerita dia yang konyol yang lucu-lucu bisa jadi dongeng."
Sudah satu dekade Ariyo serius menggeluti dunia dongeng. Ia tertarik pada dunia dongeng setelah mengikuti mata kuliah bacaan anak. Salah satu bahasan mata kuliah tersebut adalah pendekatan terhadap anak-anak melalui story telling. Suatu hari seorang dosen mengajaknya mendongeng di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Di sana, Ariyo merasakan dongeng berdurasi 30 menit yang dibawakannya untuk menghibur anak-anak yang menjalani rawat inap begitu berarti. Sejak itu dia terpanggil untuk mendongeng. Foto: VHRmedia.com/Dian Ali Rahman.
Sumber :http://www.vhrmedia.com
Komentar