Kak Wuntat Wawan Sembodo
Tak terasa, waktu seperti berjalan cepat sekali Sabtu (21/4/2012). Jarum jam sudah menunjukkan kurang lebih pukul 17.30 WIB. Pengajian di Taman Terminal Tirtonadi, Solo, yang diisi Wuntat Wawan Sembodo terlihat begitu berkesan bagi ratusan orang kaum marginal yang hadir.
Peserta pengajian yang sebagian besar anak-anak dan ibu-ibu Majelis Asy Syifaa itu tampak antusias mengikuti jalannya acara. Wuntat mengajak mereka yang hadir berperan aktif. Kadang lewat syair lagu maupun gerakan-gerakan badan.
Pembawaan Wuntat mampu menyita perhatian jemaah. Suara dan penampilannya di panggung membuat mereka betah duduk mengikuti pengajian. Suara tawa dan rasa bahagia terpancar di wajah semua yang mengikuti jalannya pengajian.
Bahkan tak segan-segan Wuntat turun panggung mengajak jemaah berinteraksi. Hiduplah suasana pengajian itu.
“Didik anak untuk terbiasa jujur. Kuncinya ada pada keteladanan. Keteladanan dan kata-kata lebih penting keteladanan. Kadang kata-kata hanya didengar tapi tidak diikuti,” ujar lelaki kelahiran Klaten, 21 Mei, 1973.
Banyak nasihat-nasihat yang disampaikan anak pasangan (Alm) Rudiatun Andariyah dan (Alm) Sukowo itu pada pengajian dalam rangka Hari Kartini. Misalnya saja, orangtua supaya tidak hanya pandai menyuruh anak-anak untuk salat dan berbuat baik. Namun, orangtua supaya memberi contoh terlebih dahulu.
Pada kesempatan itu, jemaah yang hadir diajak menjadi suri teladan di dalam keluarga dan masyarakat. Suami Dwi Suranti itu memberikan penghargaan kepada salah satu anak, Albert yang maju dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan jujur.
Ayahnda Tazkia Nazhifa Asy Syahida, Daffa Jihadan Alhaqqi dan Zidan Mumtaza ‘Izulhaq itu kemudian memberi uang Rp 50.000. Selain mengajarkan soal memberi, Wuntat juga meminta uang itu nantinya dibagi juga kepada teman-teman Albert. Dia menginginkan Albert tidak pelit dengan uang tersebut.
“Mendidik anak bukan hanya menjadi cerdas. Yang penting adalah otak cerdas, hati bersih dan amal lurus. Pikir, zikir dan amal,” jelasnya.
Lulusan SDN Jelobo 1, Wonosari, Klaten dan SMPN 2 Wonosari, Klaten itu merasa memiliki tanggung memberikan bekal kepada orangtua tentang pola pendidikan anak.
Tamatan SMAN Delanggu (sekarang SMA Wonosari) mendambakan generasi penerus bangsa ini bisa berubah. Alumnus PPAI Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN Sunan Kalijaga) Jogja itu lebih banyak target memberikan materi pendidikan.
“Saya ingin anak taat kepada orangtua. Negara carut marut seperti sekarang karena berawal dari keluarga. Saya ingin memberikan sesuatu berupa teknik mendidik anak-anak. Keluarga itu seperti negara kecil. Pendidikan yang diberikan sekarang baru terasa mungkin saja 20 tahun kemudian,” paparnya.
Pria yang tinggal di Dalem KG III/933 RT 045 RW 010 Kotagede Jogja memiliki banyak aktivitas. Wuntat pernah menjadi Dosen di STITY Gunungkidul, dosen PGTK Tarbiyatunnisa’ Bogor, Direktur TPAL AMM Jogja, Direktur ARDIKA (Armada Da’i Khusus Kalangan Anak-anak), Kepala SDIT Salsabila 1 Prambanan, Klaten, Guru Rohis TK Negeri Pembina Yogyakarta.
Sekarang, Wuntat pun masih banyak beraktivitas dan tidak hanya terbatas yang berhubungan dengan anak-anak. Di antaranya yaitu sebagai Kepala SDIT Salsabila 5 Purworejo, Dosen STPI Bina Insan Mulia Jogjakarta, Ketua II Yayasan SPA Indonesia, Direktur Bamaspa (Baitul Mal SPA), Trainer Nasional Metode Iqro’.
Wuntat tak hanya dikenal sebagai pendongeng. Dia juga seorang dai, trainer dan motivator. Lewat kemampuannya itu, beberapa daerah pernah dikunjungi di antaranya Sulawesi, NTB, Kaltim, Kalteng, Kalsel, Kepri, Sumatra, Jabar dan Jatim.
Komentar