Kak Ario (Hario Hagus Sumono)


Dari kecil suka dengan dunia anak. Bahkan ketika kelas V SD, teman bermainnya anak-anak TK dan kelas I SD. Senang mendongeng sejak 9 tahun lalu meski sebelumnya tidak pernah terpikirkan suatu saat menjadi seorang pendongeng. Kebetulan Kak Hario yang nama panjangnya Hario Hagus Sumono ini punya adik-adik asuh, biasanya usai Maghrib mengumpulkan adik-adik asuhnya yang sekitar 50 anak ini sehabis belajar mengaji ia mendongeng tentang Kisah Nabi-nabi, begitu seterusnya.

Apa sih yang ia dapat ketika mendongeng dan berkumpul dengan anak-anak? Dan apa arti dunia anak baginya? Berikut obrolan Toga News dengan Kak Hario yang ditemui sebelum ia mendongeng di ‘Pojok Anak’ Toko Gunung Agung – PIM beberapa waktu lalu sambil menunggu saat berbuka puasa.

Bagaimana ceritanya anda memulai profesi sebagai pendongeng?
Ketika itu ada Lomba Dongeng Tingkat DKI, saya dibujuk teman-teman untuk mengikuti. Wah saya ragu, apa iya saya mampu? Kata teman-teman harus dicoba, kesempatan bagus. Waktu pagi mau lomba, malam sebelumnya saya kumpulkan anak-anak tetangga sebagai percobaan saya mendongeng. Bayangkan di depan anak-anak tetangga saja saya sudah keluar keringat dingin. Tapi esoknya saya ikut juga lomba itu dan Alhamdulillah dapat juara I dari lima finalis. Begitu juga ketika mengikuti Lomba Mendongeng di Tingkat Jakarta Selatan, dua kali berturut-turut saya dapat juara I, juga untuk Tingkat Nasional. Dari situlah saya senang mendongeng.

Pengalaman apa sih yang anda dapat ketika mendongeng?
Wah kepuasan batin. Saya sering mendengar keluhan orangtua adik-adik asuh saya, mereka bilang anaknya bandel, malas sholat, malas mengaji dan sebagainya. Dari situ saya melahirkan metode yang lain dari yang lain dengan mendongeng. Biasanya guru menegur anak dengan ancaman misalnya kalau murid nakal, nilainya rendah, atau orangtua dengan hukuman. Kalau saya bagaimana caranya memberikan suatu perubahan pada anak-anak yang tidak menggurui dan tidak berupa suatu ancaman yaitu melalui metode cerita. Misalnya orangtua mengeluh anak suka melawan, malas sholat, malas ngaji, maka dalam cerita saya masukkan bagaimana untung ruginya seorang anak tidak melakukan sesuatu yang baik.

Dari kecil suka dengan dunia anak. Bahkan ketika kelas V SD, teman bermainnya anak-anak TK dan kelas I SD. Senang mendongeng sejak 9 tahun lalu meski sebelumnya tidak pernah terpikirkan suatu saat menjadi seorang pendongeng. Kebetulan Kak Hario yang nama panjangnya Hario Hagus Sumono ini punya adik-adik asuh, biasanya usai Maghrib mengumpulkan adik-adik asuhnya yang sekitar 50 anak ini sehabis belajar mengaji ia mendongeng tentang Kisah Nabi-nabi, begitu seterusnya.

Apa sih yang ia dapat ketika mendongeng dan berkumpul dengan anak-anak? Dan apa arti dunia anak baginya? Berikut obrolan Toga News dengan Kak Hario yang ditemui sebelum ia mendongeng di ‘Pojok Anak’ Toko Gunung Agung – PIM beberapa waktu lalu sambil menunggu saat berbuka puasa.

Bagaimana ceritanya anda memulai profesi sebagai pendongeng?
Ketika itu ada Lomba Dongeng Tingkat DKI, saya dibujuk teman-teman untuk mengikuti. Wah saya ragu, apa iya saya mampu? Kata teman-teman harus dicoba, kesempatan bagus. Waktu pagi mau lomba, malam sebelumnya saya kumpulkan anak-anak tetangga sebagai percobaan saya mendongeng. Bayangkan di depan anak-anak tetangga saja saya sudah keluar keringat dingin. Tapi esoknya saya ikut juga lomba itu dan Alhamdulillah dapat juara I dari lima finalis. Begitu juga ketika mengikuti Lomba Mendongeng di Tingkat Jakarta Selatan, dua kali berturut-turut saya dapat juara I, juga untuk Tingkat Nasional. Dari situlah saya senang mendongeng.

Pengalaman apa sih yang anda dapat ketika mendongeng?
Wah kepuasan batin. Saya sering mendengar keluhan orangtua adik-adik asuh saya, mereka bilang anaknya bandel, malas sholat, malas mengaji dan sebagainya. Dari situ saya melahirkan metode yang lain dari yang lain dengan mendongeng. Biasanya guru menegur anak dengan ancaman misalnya kalau murid nakal, nilainya rendah, atau orangtua dengan hukuman. Kalau saya bagaimana caranya memberikan suatu perubahan pada anak-anak yang tidak menggurui dan tidak berupa suatu ancaman yaitu melalui metode cerita. Misalnya orangtua mengeluh anak suka melawan, malas sholat, malas ngaji, maka dalam cerita saya masukkan bagaimana untung ruginya seorang anak tidak melakukan sesuatu yang baik.

Sumber: http://www.tokogunungagung.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kak Imung

Kak Poetri (Poetri Suhendro)

Kak Wuntat Wawan Sembodo