Kak Poetri (Poetri Suhendro)


Kak Poetri (Poetri Soehendro)

Suaranya akan selalu kita dengar ketika ia mendongeng tiap pagi sekitar pukul 06.00 dan 06.30 di Radio Female mengantar anak-anak ke sekolah. Bahkan ada anak yang belum mau turun dari mobil untuk masuk sekolah kalau belum mendengar dongengannya. Dialah Poetri Soehendro, seorang di antara sedikit yang berminat pada dunia anak dan dongeng.

Sebelum terjun pada dunia dongeng, ia cukup lama malang melintang di dunia advertising, dari membuat film sampai jingle radio sudah ia lakoni lebih 15 tahun di banyak negara, “Dunia advertising itu ‘kejam’ dalam arti tidak ada hati nurani di situ. Yang penting kejar deadline, kerja mati-matian dan dibayar tinggi selama kita bisa menekan supplier dan kerjaan bagus. Jadi yang namanya hati nurani mati, lempeng aja.” Tutur Poetri saat ditemui Toga News sebelum ia mulai mendongeng di Pojok Anak -Toko Gunung Agung beberapa waktu lalu.

Lepas dari advertising, ia bergabung di sebuah radio atas ajakan seorang temannya. Meski dengan gaji yang sangat kecil, hanya seperlima dibanding ketika di advertising, namun ia sangat menikmati karena menurutnya bekerja di radio ia bisa mengenal berbagai macam problem masyarakat, apa yang dibutuhkan masyarakat, “Rewarding tidak dalam bentuk uang besar sekali dan aku percaya kalau kita senang dengan pekerjaan kita, uang akan ikut kita dengan sendirinya. Pokoknya senanglah, kerja dari pukul 06 sampai 10 pagi, setelah itu bisa kumpul dengan keluarga, bisa bersosialisasi.” Ungkapnya.

Pilihannya pada dunia dongeng diawali ketika ia melihat tidak adanya acara untuk anak-anak di radio, tidak ada yang melayani anak, pendeknya segala sesuatu untuk konsumsi anak-anak tidak ada yang mempersiapkan, kebetulan bertepatan dengan event art and culture, maka Poetri mengadakan acara dongeng yang ternyata mendapat respons bagus dari pendengarnya baik dari anak-anak maupun orang tua. Dongeng-dongeng yang ia bacakan biasanya ia comot dari buku-buku dongeng tentang apa saja

Sukses mendongeng di udara (on air) ia mulai off air yang berawal di Pasar Festival Kemang pada tahun 2002 dengan animo masyarakat yang cukup bagus. Mulailah ia mendongeng di acara-acara ulang tahun atau di mal-mal. Sebagai daya pikat, ia menggunakan alat peraga berupa boneka tangan yang kini jumlah koleksinya mencapai lebih dari 30 buah.

Boneka-boneka itu ia beli saat ia jalan-jalan di mana saja dengan harga yang relatif murah. Rupanya mendongeng sudah menjadi pilihan profesi Poetri Soehendro, untuk itu ia membentuk semacam sanggar yang diberi nama Beranda Bintang dengan tim yang terdiri dari penulis cerita, pemain keyboard sebagai pengiring dongengnya dan tim riset yang telah memberinya wawasan bahwa mendongeng tidak boleh terlalu lama agar anak tidak bosan, dongeng harus ada funnya dan juga harus ada musiknya.

Poetri Soehendro, kelahiran Jakarta, 7 Juli 1964 tertarik pada dunia dongeng yang notabene dunia anak justru karena ia sebagai anak semata wayang dari pasangan Soehendro dan Maria Robot, yang sebagian besar waktunya habis untuk karir,”Saya sudah merasakan betapa sepi dan dinginnya keluarga kami. Ibu saya sudah wanita karir ketika dulu ibu-ibu lain baru menjahit dan memasak. Sampai sekarangpun untuk ketemu dengannya, saya harus janjian dulu hari dan jamnya. Lewat jam yang sudah disepakati saya belum datang, ya sudah ditinggal,”cerita wanita mungil yang belum juga dikaruniai anak pada 8 tahun perkawinannya ini. Bercermin pada pengalamannya dan melihat betapa hebatnya kaum perempuan saat ini. Poetri menyarankan pada perempuan untuk mulai menentukan menikah atau tidak sama sekali. Kalau memutuskan untuk menikah kita harus konsekuen, karena begitu menikah dan punya anak artinya kita memasuki suatu medan yang tidak main-main. Kalau tidak mampu lebih baik tidak usah menikah atau kalaupun menikah bias saja dengan komitmen punya anak atau tidak. Karena menurut pengamatan Poetri anak jaman sekarang medannya sangat mengerikan.

Pada setiap acara mendongengnya selalu dipadati anak-anak, bahkan ada yang dengan manja duduk dipangkuanya, terlihat begitu akrab dan dekatnya ia dengan anak-anak. Dongeng-dongengnya lebih sering bercerita tentang dunia binatang/fable dengan iringan keyboard dan tentu saja boneka tangan. Melihat acara yang dimainkannya, kita akan teringat dengan acara Taman Indria asuhan Bu Kasur yang dulu sering kita lihat di televisi, “Saya lihat sampai saat ini acara anak yang paling menarik memang konsep Taman Indria asuhan Bu Kasur, ya. Dan saya mengambil cerita fable juga berdasar riset teman-teman psikolog bahwa umumnya anak-anak senang cerita fable. Kalau anak umur 8 tahun ke atas baru mereka senang cerita tentang manusia. Untuk itu saya ambil cerita Indonesiana. Anak-anak umumnya punya daya khayal tertentu dengan cerita binatang. Pernah juga saya mencoba memaksakan cerita legenda, tapi sulit baru 5 menit mereka sudah mengalihkan perhatian. Waktu 5 menit untuk merupakan waktu yang menarik sekali untuk mereka, lebih dari itu mereka bosan. Maka untuk selingan saya mengajak mereka bermain dan bernyanyi.:” tutur Poetri tentang kiatnya menarik minat anak dalam mendongeng.

Ia juga punya kiat khusus untuk mendongeng, ia tidak mau menggurui, ia tidak pernah mengkonklusikan dongeng karena dongeng adalah hiburan bagi anak-anak dan mereka

paham dengan pesan yang tersirat dalam dongengnya. Mereka sudah cukup stress di sekolah dan di rumah. Sekolah seminggu dari pukul 07.00 pagi sampai di rumah sudah sore, setelah itu harus mengerjakan Pekerjaan Rumah(PR). Kegiatan Poetri sendiri selain mendongeng yang biasanya akan padat pada bulan Juli, juga melakukan workshop dengan ibu-ibu PKK dan guru-guru. Semacam bertukar pengalaman, tapi sayangnya usahanya tidak terlalu menggembirakan. Ibu-ibu umumnya kesulitan dan kekurangan waktu mendongeng untuk anak-anaknya, guru-guru lebih senang mengejar kurikulum dibanding mendongeng di depan kelas meski mendongeng toh bisa dijadikan sarana menyampaikan pelajaran. Justru para dokter merasa berhasil menarik ana-anak di daerah terpencil untuk mau diajak berobat ke Puskesmas bila sakit setelah mendongeng.

Sebenarnya apa yang sedang dan bagaimana kondisi anak-anak kita saat ini? “Sangat menyedihkan. Mereka stress sekolah. Bayangkan, anak sekarang sudah bisa bilang; gue bete, gue males. Padahal jaman kita kecil dulu nggak ada tuh. Kayaknya senang begitu ya. Sekarang klinik-klinik psikiater lebih banyak didatangi anak-anak. Mereka datang ke sana seminggu dua kali seperti ke dokter gigi saja. Pernah saya wawancara anak 14 tahun. Dia tidak menginginkan apa-apa kecuali bunuh diri. Padahal masa kecil kita dulu adanya seneeeng terus. Pulang sekolah jam 1 siang, masih bisa tidur, bisa panjat pohon atau main. Saya Cuma bisa memberi dongeng seperti ini untuk hiburan mereka.” Katanya dengan nada prihatin. Memang menyedihkan ketika ada sekolah yang memberlakukan 5 hari belajar agar hari Sabtu anak-anak bisa istirahat justru orang tua murid yang minta agar anaknya dibekali PR saat mereka libur. Anak-anak sekarangpun sejak kecil sudah dipaksakan orang tua mereka untuk mempelajari bahasa ketiga di luar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris seperti bahasa Jepang, Mandarin dll. dengan alasan agar ketika saatnya mereka bisa mendapatkan pekerjaan.

Pada Toga News, Poetri juga mengaku betapa sulitnya mencari sponsor untuk acara dongengnya. Juga ketika ia ingin meluncurkan CD dongengnya karena umumnya mereka menganggap dongeng tidak mendatangkan keuntungan secara materi dibanding acara-acara di televisi. Sebenarnya dongeng mulai disenangi anak-anak Jakarta, justru sulit sekali masuk ke daerah. Kebalikannya, Poetri pernah diminta mendongeng di daerah tapi dalam bahasa Inggris, atau sebuah toko buku pernah memintanya mendongeng dalam bahasa Inggris, “Bayangin, kita sama-sama rambut hitam, hidung pesek. Orang pikir ini gila kali ndongeng pakai bahasa Inggris. Anak-anak itu kan bahasa Inggrisnya juga pas-pasan. Di sekolah sudah diberikan pelajaran bahasa Inggris, mbok ya gantian kita pakai bahasa kita.” Ujarnya gemas. Yang menyedihkan juga kita sekarang tidak lagi punya tempat semacam Gelanggang Remaja atau Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dulu begitu akrab dengan kita. Akhirnya Poetri mendongeng di mal-mal meski hal itu tidak disukainya karena tentunya anak akan lebih tertarik datang ke tempat-tempat makanan junkfood daripada beli buku atau mendengar dongeng.

Lalu bagaimana dengan mendongeng di toko buku seperti yang ia lakukan di Toko Buku Gunung Agung? “Bagus, Madonna ketika launching bukunya juga mendongeng di toko buku. Juga kalau kita lihat film You Got E-mail nya Meg Ryan, ia mendongeng di toko buku. Saya pikir mendongeng di toko buku adalah tempat yang paling sempurna. Sayangnya tidak banyak toko buku yang berpikiran seperti Gunung Agung Karenanya saya juga berpikir untuk launching CD Dongeng saya di Toko Gunung Agung.”

Poetri berharap, Gunung Agung sebagai toko buku bisa tetap melakukan kegiatan-kegiatan seperti mendongeng secara rutin karena dongeng merupakan makanan batin bagi anak-anak. Acara dongeng bisa saja dilakukan dengan siapa saja, menggalang guru-guru TK misalnya. Kalau dari kecil anak sudah biasa ke Gunung Agung, sampai besar akan terbawa dalam ingatannya, ” Waktu kecil saya suka diajak ayah saya ke Kwitang.Makanya waktu Gunung Agung redup saya prihatin karena lengket banget. Baru kemudian saat saya SMA ada toko buku lain ‘” Katanya menutup obrolan dengan Toga News. (Rini Clara)

Sumber : http://www.tokogunungagung.co.id

Suatu hari, Poetri bertanya pada wanita peramal.
“Bu, ramalin saya dong. Kira-kira, mendongeng cocok nggak buat saya,” kata Poetri penuh ingin tahu.
Peramal tarot itu berujar, “Poetri, mendongeng, its therapy for you. Agar kamu bisa lebih menikmati hidup.”
Antara percaya dan tidak, Poetri berusaha menyelami kata-kata wanita itu. Ia hampir tidak percaya melihat lingkungan sekitarnya yang sangat skeptis dengan pekerjaan barunya itu.
“Tapi ketika bekerja saya sangat enjoy. Saya merasa this is me. Saya sekarang sudah menemukan apa yang selalu saya cari,” kata putri tunggal pasangan RH Soehendro dan Maria C. Robot..

Mendongeng telah merubah sosok Poetri yang kosmopolitan menjadi wanita yang dicintai anak-anak.

“Pertama kali mendongeng, badanku keringatan. Kalau bisa, muka jangan sampai kelihatan. Yang pasti, aku dredek sekali,” kata Poetri Soehendro mengenang pengalaman pertamanya mendongeng di depan anak-anak.
Lima tahun yang lalu, Poetri memulai karirnya sebagai pendongeng. Proses yang tidak mudah bagi wanita kosmopolitan yang hobi dugem (dunia gemerlap), merokok, dan belum memiliki anak ini.
“Setelah enam bulan aku selami dunia anak-anak, menjadi pendongeng, lama-lama hati ini berubah. Aku berubah menjadi Poetri yang lain. Poetri yang lebih care pda anak, yang ingin dekat dengan anak, dan ingin berbagi dengan mereka,” ujar Poetri terus terang.

Poetri yang lincah, banyak bicara, dan senang bercanda, sangat lihai memainkan kedua telapak tangannya yang terbungkus boneka-boneka berkarakter. Sesekali ia tertawa nyaring sambil menggerak-gerakkan boneka harimau. Menit berikutnya, mulutnya cemberut sambil terisak-isak menangis, memainkan telapak tangan yang lain.
“Setiap kali mendongeng, aku harus bisa membawakan empat tokoh berkarakter. Punya Suara yang berbeda, intonasi yang berbeda, juga mimik muka yang berbeda. Memang, butuh keahlian khusus. Tetapi untuk mempelajarinya, siapa saja bisa melakukan,” kata Poetri bersemangat.

Mendongeng, sangatlah mengasyikkan. Paling tidak, dunia imajinatif ini telah membuat Poetri melanjutkan kuliah S2 di Psikologi Universitas Indonesia jurusan Intervensi Sosial. Ia ingin mempelajari dan tahu lebih banyak tentang dunia kanak-kanak.

Agar berjalan lancar, Poetri memenej kegiatan mendongengnya dengan sangat rapi.
“Yang pertama kali, aku selalu brief dengan EO (Event Organizer)-nya untuk tahu visi misi acara. Setelah itu aku pilih cerita. Bisa cerita tentang binatang, dan apa saja, terserah aku. Setelah ketemu tema dan cerita, aku ngomong dengan musisi. Aku punya pemain keyboard, Mas Tara, yang sudah temani aku selama 5 tahun. Kalau tidak bisa bawa keyboard karena harus keluar kota atau panggungnya kecil, aku bawa laptop. Yang membuat background music Elena Zahna,” ujar lulusan IKIP Jakarta jurusan Bahasa Inggris.
Selanjutnya Poetri menulis script atau cerita yang akan ia dongengkan.
“Biasanya aku mendongeng setengah jam. Ada juga yang sampai satu jam. Nah, kalau lebih dari sepuluh menit, aku selalu membuat games ditengah-tengah acara mendongeng,” kata Poetri.

Poetri tidak pernah terus menerus mendongeng lebih dari tujuh menit. “Karena batas kesabaran seseorang termasuk anak mendengakan orang hanya 7 menit. Seperti kita mendengarkan radio. Menit pertama pasti dengerin, menit kedua, mulai mikir seru nggak sih omongannya. Menit ketiga, mulai tanya penting nggak sih ini orang. Menit keempat, pintar nggak sih nih orang ngomongna. Menit kelima, wah ngerasa nggak asyik. Pasti ganti ganti gelombang,” kata Poetri.
Menghindari kebosanan, Poetri menyelipkan sejumlah aktifitas yang disukai anak-anak. Bisa mendengar lagu anak-anak, permainan, hingga menyanyi disertai olah tubuh.

“Pemetakan acara aku yang bikin. Mereka tinggal aku kasih script supaya tahu dan tahu apa yang akan aku lakukan,” kata wanita kelahiran Jakarta, 7 Juli 1964.
Keajaiban Dongeng

Adalah proses panjang bagi Poetri menjadi story teller. Ia mengaku tidak pernah memahami dunia anak. Ia adalah wanita metropolis yang senang menghabiskan waktu di club-club, café, dan tempat-tempat hang out lainnya. Memilih dunia advertising, production house, dan editing house sebagai pekerjaan yang diseriusi.
Belasan tahun Poetri habiskan waktunya bergaul dalam dunia malam dan bau asap rokok. Dan terus berlanjut ketika Poetri menjadi penyiar radio di Female Radio dan di I Radio.

Sampai suatu hari, awal tahun 2001, ia mendapat tugas baru dari produser Female Radio membawakan acara mendongeng untuk anak. Terpaksa tapi juga tantangan, Poetri menyanggupi.
Poetri juga di’paksa’ tampil off air di TC Gallery di acara Kemang Festival. “Yang nonton 80 anak. Mereka bayar 10 ribu. Dalam sehari aku tampil di dua show mendongeng. Terus terang, itulah penampilan pertamaku. Aku dredek sekali, kringat dingin dan berusaha mukaku tidak terlihat jelas. Tetapi, justru yang membuat aku kaget, setelah selesai anak –anak datang cium tagnan bilang terima kasih,” kenang Poetri. Saat itu bercerita tentang plotot kecil yang terbuang, cerita sederhana karangan Enid Blyton.

Setelah 6 bulan mendongeng barulah hati Poetri terpanggil.
“Dari yang terpaksa menjadi mencintai. Waktu itu aku sendiri nyaris tidak percaya,” ujar Poetri dengan suara takjub.
Poetri mengaku, kecintaan itu muncul ketika ia diundang Kota Wisata saat peluncuran kota baru ‘Zona America’. “Karena enjoynya, waktu itu aku pakai baju koboy, jaket koboy, bots, dan celana jenas. Yang janji hanya setengah jam mendongeng, aku bisa empat puluh lima menit. Aku benar-benar mulai mencintai dunia baruku. Ini benar-benar proses yang aku sendiri masih tidak percaya bisa terjadi dalam hidupku,” kata Poetri bangga.

Satu keinginan Poetri, “aku ingin setiap Ibu mendongeng untuk anak-anaknya. Percaya deh, kalau anak-anak yang setiap hari mendengar dongeng ibunya, tidak akan ada kejadian dan perlakukan negatif pada anak,” kata Poetri.

“Seperti kata Kak Seto, betapapun pintarnya Kak Seto, Kak Putri, Pak Raden, Kak Agus, dan pendongeng-pendongeng lainnya, pendongeng yang terbaik tetap Ayah dan Ibunya. Segoblok-gobloknya Ibu, dia tetap pendongeng yang terbaik. Coba kita tanya, apakah kita masih ingat bau keteknya Ibu kita, bau sabunnya, sampai sekarang kita pasti masih ingat. Kita kenang sampai kapanpun. Begitupun dengan dongeng. Apapun dongeng dan nasehatnya di akhir dongengnya. Pasti akan terekam dalam otak menjadi kenangan yang sangat indah. Mendongeng tidak sesakit melahirkan. Hanya butuh waktu lima menit, dan contekannya banyak,” kata Poetri.

Manfaat dongeng lanjut Poetri sangat banyak.
“Yang pasti di dalam dongeng pasti ada daya khayal, moral, cerita budi pekerti, tata krama, sopan santun, dan hal-hal positif,” kata Poetri.

Anak yang mendengarkan dongeng akan dirangsang semua inderanya, seperti kuping, mata, hidung, mata dan perasa.
“Jadikanlah anak-anak kita yang utuh. Otak yang utuh. Karena anak Indonesia sekarang masuk five minute generation. Nonton film setelah lima menit bosan, ganti channel. Mengerjakan dua tiga pekerjaan dalam bersamaan seperti mengerjakan PR sekligus nonton televisi dan pencet-pencet kirim sms. Itu bukan salah mereka. Itu tuntutan jaman. Nah, dengan mendongeng, begitu mereka mendengarkan selama lima menit anak dilatih fokus dan dipaksa mendengar. Kalek anak akan menjadi pendengar yang baik,” kata Poetri.

Ada kesedihan Poetri saat ini. “Jumlah pendongeng Indonesia sangat minim. Tercatat hanya ada Kak WeEs, Kak Kusumo. Kak Seto, Pak Raden, Andi Yudha, Hughes tidak terlalu aktif, Kak Agus DS, Kak Heri, Kak Heru, dan saya. Ada sepuluh pendongeng di Indonesia. Mereka semua ada di Jawa. Sedih sekali kalau kita ngomong Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera,” ujar Poetri.
Hingga muncul satu ide dari benak Poteri membuat workshop bagi para guru TK untuk belajar dongeng dengannya. “Tidak perlu bayar. Gratis dan saya jamin pasti bisa mendongeng,” kata Poetri bersemangat.

**Aien/ Tabloid Wanita Indonesia **









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kak Imung

Kak Wuntat Wawan Sembodo