Ismadi Retty



Pendongeng Nasional Ismadi Retty Tularkan Tips kepada Guru PG

Jangan Malu dan Canggung Goyang Pinggul
Mendongeng itu mudah. Hal ini disampaikan pendongeng nasional Ismadi Retty alias Pak Kumis di hadapan 104 guru play grup (PG) se-Kabupaten Tuban saat pelatihan mendongeng.

DWI SETIYAWAN, Tuban
---

SETIAP wanita memiliki potensi besar mendongeng. Setidaknya, itulah yang disampaikan Madi, panggilan akrab Ismadi Retty, untuk menggambarkan begitu mudahnya mendongeng. Sebagian wanita, terutama ibu-ibu, kata dia, senang rasan-rasan. Saat rasan-rasan itulah sebenarnya mereka telah mendongeng. Ekspresinya kurang lebih seperti itu.

"Tetangga sebelah itu lho, kok gitu ya Jeng.... Aku saja nggak disapa," tutur Madi memerankan seorang wanita yang rasan-rasan. Seluruh peserta yang memenuhi aula UPTD SKB Dinas Pendidikan Tuban pun dibuat terpingkal-pingkal oleh aksi kocak pria yang punya nama populer Pak Kumis tersebut.

Madi menyatakan, mendongeng tidak hanya bertujuan menghibur. Namun, dalam materi yang diceritakan, sang pendongeng bisa memasukkan pesan yang bertujuan untuk memberi nasihat dan pelajaran kepada anak-anak usia prasekolah.

"Justru materi yang terselip dalam dongeng inilah yang nantinya mudah terserap anak-anak," tandas pria kelahiran Surabaya 16 Juni 1958 itu.

Pendongeng nasional itu menambahkan, untuk mendongeng seseorang harus mengeksplorasi ekspresi, vokal, dan materi secara utuh. Modal utama lain yang tak boleh diabaikan, lanjut dia, tidak kenal malu dan canggung. Kalau perlu, menggoyangkan pinggul, meloncat-loncat, tertawa, atau mengedipkan mata pun, sang pendongeng tak perlu malu. "Kalau sedikit-sedikit malu, nanti nggak jadi dongeng dong," tandas Madi.

Materi yang diangkat dalam dongeng pun, kata dia, tidak harus yang berat-berat. Hal kecil-kecil yang terkait rutinitas di sekolah dan di rumah pun bisa dijadikan materi dongeng. Untuk menyampaikannya, tambah bapak dua anak itu, juga tidak harus menggunakan alat peraga permanen. Semua peralatan yang ditemui di lingkungan sekitar pun bisa dipakai. Bahkan, gambar di buku pun bisa mengilhami sekaligus dipakai alat untuk mendongeng.

Madi kemudian memberikan contoh, kalau ada gambar binatang di buku atau kertas, maka sang pendongeng bisa memvisualisasi gambar tadi menjadi hidup. Teknisnya, setelah menunjukkan gambar dan memberikan pengantar, sang pendongeng memerankan binatang tadi, mulai dari cara berjalan, perilaku, cara bicara, hingga karakter yang melekat pada hewan tersebut.

Di bagian lain, Madi juga memberikan contoh mendongeng tanpa alat. Ceritanya pun tak kalah hidup. Teknisnya, semula dia memvisualisasi matahari dengan dua pasang jari telunjuk dan ibu jari yang dipertemukan membentuk lingkaran di atas kepala. Untuk memberikan gambaran sinar matahari yang menerpa bumi, pria yang tiga kali menyabet juara nasional mendongeng tersebut kemudian menurunkan kedua tangannya bersama-sama. Setelah itu, dia pindah posisi menggantikan peran seorang anak yang menyapa matahari.

"Selamat pagi, matahari, setiap hari sekarang saya bisa bangun pagi lho," kata Madi dengan lafal suara yang dikecilkan seperti anak-anak. Dialog antara matahari pun kemudian berjalan.

Pria yang tinggal di Waru, Sidoarjo, itu juga mengatakan, tanpa kemasan pesan yang menarik, anak usia tiga tahun hanya bisa konsentrasi 2 hingga 3 menit. Kemudian, anak berusia 4 tahun konsentrasi sekitar 4 menit saja.

Namun, lanjut dia, kalau pesan tersebut dikemas menarik seperti dongeng, konsentrasi anak bisa lebih lama. Bahkan, kalau anak-anak senang, mereka bisa meminta materi tersebut diperpanjang.

Selain tips mendongeng, pria yang juga anggota Forum Pendidik Anak Usia Dini (PAUD) Jatim ini memberikan sejumlah tips menghadapi anak yang sulit diatur dan kasus-kasus lain yang dihadapi para guru PG. (*)

Sumber : http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=158653&c=87

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kak Imung

Kak Poetri (Poetri Suhendro)

Kak Wuntat Wawan Sembodo