Kak Ucon (Yusron Muchsin)



Timun Mas vs Kopassus

Adik-adik...kakak datang lagi nih. Semua sudah pada mandi?

Kali ini kakak mau menceritakan pengalaman kakak dalam mendongeng pada Rabu, 12 Maret 2007 lalu. Di hari itu kakak dan seorang pendongeng senior, Kak Eva, diminta untuk membawakan dongeng dalam pembukaan toko buku Gramedia baru di Mall Cijantung, Jakarta Timur.

Permintaan dari teman-teman Gramedia itu sangat mendadak, hanya beberapa hari sebelum hari H. Yang membuat kakak dan Kak Eva bingung, durasi waktu mendongeng hanya 10 menit. Bukan itu saja, undangannya pun orang-orang dewasa, kebanyakan para pejabat Kopassus (Komando Pasukan Khusus), mengingat Mall Cijantung memang kepunyaan Kopassus.


Dalam sekali pertemuan dengan Kak Eva, bukan latihan yang kita lakukan tapi membahas model dongengnya kayak apa? Dan ceritanya tentang apa? Sekali lagi, mengingat waktunya hanya 10 menit. Sempat kita berdua menawar ke teman Gramedia agar durasi ditambah. Rayuan kita berdua ternyata dahsyat, dongengnya boleh molor hingga 15 menit. Hanya saja di akhir dongeng nanti kita harus membawakan satu lagu bersama-sama dengan para undangan.

Yang sedikit melegakan lagi, dalam acara itu juga ada hiburan paduan suara anak-anak. Anak-anak itu bisa kita pinjam untuk tetap di panggung, sehingga kita bukan melulu mendongengi anak-anak yang sudah kumisan (sebenarnya nggak ada sih Kopassus yang berkumis he he he).


Akhirnya waktu manggung tiba. Kita berdua sepakat model dongengnya kayak main drama, dan ceritanya kita pilih tentang Timus Mas yang sedikit kita modifikasi. Awalnya, Kak Eva keluar panggung sebagai Timun Mas (dengan menggunakan selendang batik) sedang mencari-cari kakeknya. Tapi nggak ketemu.

Sambil menunggu si kakek, Timun Mas bercerita kalau mau melarikan diri karena ada raja lalim yang suka mengambil paksa warganya. Mereka diminta kerja paksa untuk membangun istananya yang megah. Maka, banyak warga termasuk Timun Mas pilih melarikan diri, mengungsi ke negeri seberang. Sayang, rencana tersebut bocor, sehingga si raja lalim mendatangi wilayah Timun Mas dan kakeknya.

(Di sini ada kesalahan, kakak sebagai kakeknya Timun Mas belum waktunya sudah nongol ke panggung -- maklum nggak latihan sama sekali. Untung nggak merusak cerita, ini berkat kepiawaian Kak Eva)


Si Kakek pun memberikan tiga benda ajaib kepada Timun Mas, berupa pasir putih (staerofoam), tongkat ajaib (sedotan) dan tali ajaib (rapia),
sebagai bekal buat pelarian. Pesan kakek, benda-benda ajaib itu bisa dipergunakan untuk menghindari penangkapan saat si raja mengejar. Hanya syaratnya, benda-benda itu baru akan berfungsi bila dilakukan bersama-sama teman-teman pelarian.

Kakek lekas pamit karena juga takut dengan si raja lalim. Di balik panggung kakak tetap berteriak-teriak dengan suara berat untuk memerankan raja lalim. (Ceritanya si raja dalam perjalanan dan sudah mendekati daerah Timun Mas. Padahal kakak lagi ganti kostum, berupa rambut ala suporter bola, tangan gantolan ala bajak laut, dan kumis palsu).

Sementara di panggung, Timun Mas berkoordinasi dengan anak-anak (peserta paduan suara yang tinggal di panggung) untuk melawan si raja bersama-sama, menggunakan benda-benda ajaib. Kepada anak-anak pun dibagikan beragam benda ajaib. Wah, saat itu anak-anak semangat sekali. Bahkan sebagian sempat berdiri berebut benda yang dibagikan.


Kakak sebagai raja lalim muncul dari samping panggung. (Saat ini, juga terjadi peristiwa lucu. Kumis palsu yang kakak pakai copot melulu saat kakak bicara. Akhirnya, kakak copot aja sekalian.) Si raja tidak langsung naik panggung. Dia samperin para undangan, orang-orang Kopassus, untuk mencari Timun Mas. (Eh, ternyata orang TNI yang kelihatan kaku itu mau kakak ajak main-main he he he). Puas mengerjain mereka, baru si raja belok ke arah panggung.

Belum sempat menginjak panggung, anak-anak dipimpin Timun Mas disambut lemparan pasir ajaib. Ajaib, pasir itu berubah jadi benih tanaman yang tumbuh cepat menjadi pohon-pohon besar alias hutan belantara. Tentu ini menghambat perjalanan si raja.

Karena sakti, si raja bisa lolos. Hanya saja Timun Mas dan teman-temannya langsung menyambut dengan ayunan tongkat ajaib mereka. "Sim salabiiim...!!" Jreeeng...tiba-tiba kaki sang raja teras berat untuk melangkah. Saat diperhatikan kakinya, ternyata menjadi batu. Perlahan-lahan pinggulnya juga menjadi batu, lalu perut, terus dada, menyusul tangan, dan seterusnya.

Tak mau menyerah, raja pun berusaha berontak agar tak menjadi patung batu. Belum sukses usahanya, anak-anak sudah datang merubung memukul dan mengingat dengan tali ajaib. (Memerankan tokoh antagonis memang nggak enak. Nggak ada dalam cerita kakak sebagai raja dipukuli, tapi anak-anak mengeroyok beneran).

Karena si raja lalim bisa dikalahkan bersama, semua merasa senang. Kita pun bernyanyi bersama, termasuk mengajak para undangan, sambil bertepuk tangan. "Kalau kau senang hati tepuk tangan...plok 3x" dst.


Pertunjukan itu benar-benar 10-15 menit. Turun panggung, teman Gramedia menyambut gembira dan memberi selamat. Dia juga berkata, "Sebenarnya bisa lebih lama Kak...!" Nah lho, kan diminta mendongeng hanya 10-15 menit?

Tapi kita jawab saja, "Kalau masih penasaran dengan dongengnya, ya diundang lagi aja he he he (teteup...). Yang pasti kakak dan Kak Eva merasa puas, melihat antusias dari anak-anak maupun dari anak-anak berkumis. Ya, kita berharap kepuasan yang kita rasakan berdua, juga dirasakan oleh para undangan dalam pembukaan toko Gramedia itu.
Sumber :http://dongengkakucon.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kak Imung

Kak Poetri (Poetri Suhendro)

Kak Wuntat Wawan Sembodo